Kamis, 11 Januari 2018
Selasa, 02 Januari 2018
Senin, 20 November 2017
Minggu, 15 Oktober 2017
Sabtu, 14 Januari 2017
PENTINGNYA PERAN PENYULUH PERTANIAN terhadap PRODUKTIVITAS dan KESEJAHTERAAN PETANI
05.38
No comments
Berikut ini merupakan tugas dari mata kuliah metode penelitian, tema yang saya ambil adalah dunia industri pertanian.
Minggu, 12 Juni 2016
PENERAPAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP
23.18
No comments
LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997)
Berdasarkan konsep
dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah dimaksudkan untuk
mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan beban pencemaran
yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup melalui pendekatan
peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan limbah (recycling) pada
hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud nyata mencegah gangguan
pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan mengancam
kehidupan masyarakat.
Prinsip-prinsip pokok
dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu digambarkan oleh Elina Hasyim,
sebagai berikut:
1) Reduksi pada sumber dan
pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan
bakar, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku yang beracun dan
berbahaya, disertai dengan pengolahan bahan baku dan house keeping yang baik
agar tidak menambah beban pencemaran.
2) Pengolahan limbah
dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan, selanjutnya
pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan dengan persyaratan yang
ditentukan oleh pemerintah.
3)
Sistem manajemen
lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir, sikap dan tingkah
laku dari semua pihak di lingkungan industri.
4) Industri yang
melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat dikategorikan
sebagai industri yang telah menerapkan prnsip eco-eficiency yang merupakan
bagian dari konsep ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah.
Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu
Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan
masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara
berkesinambungan. Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah
industri tekstil ini secara terpadu diharapkan lebih membantu efektivitas
pengendaliannya.
Keterpaduan aspek dalam
pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan teknologi dan produk
bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi (pengurangan) limbah secara
terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil. Menurut Isminingsih
Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini dapat dilakukan terhadap
beberapa kegiatan kunci, antara lain:
1.
Pengurangan limbah
(source reduction) melalui beberapa perubahan produk, pencegahan dan
perencanaan yang cermat.
2. Kontrol bahan (source
control) terhadap perubahan input bahan, perubahan teknologi dan pelaksanaan
operasi yang baik.
3. Kontrol terhadap
kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar lokasi industri,
seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali (use and reuse), dan reklamasi
(recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu dari limbah.
Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Persoalan lingkungan
hidup dalam beberapa dekade terakhir ini menurut kajian kalangan teoritis
semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju pada masalah-masalah
seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah, penipisan lapisan ozon
dan pemanasan global. Fakta telah menunjukkan bahwa tidak ada tempat di dunia
ini yang tidak tercemar dan tidak ada industri manapun yang dapat terbebas dari
tanggung jawab atas berbagai kerusakan lngkungan hidup yang terjadi.
Terdapat tiga prinsip kunci pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan
ekologi industri, antara lain:
1)
Pencegahan sumber daya
alam yang berkelanjutan. Ekologi industri mengembangkan prinsip untuk lebih mengutamakan
penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi penggunaan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2) Menjamin mutu atau
kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kualitas hidup manusia bergantung pada
kualitas komponen-komponen lain dalam ekosistem, sehingga hal ini menjadi fokus
dalam konsep ekologi industri.
3) Memelihara kelangsungan
hidup ekologi sistem alam (environmental equity). Tantangan utama pembangunan
berkelanjutan adalah upaya untuk mencapai keadilan antar generasi dan antar
masyarakat.
Terdapat beberapa
perspektif dalam konsep ekologi industri yang dikemukakan oleh Robert coolow
yang dikutip oleh Suma T. Djajadiningrat dan Melia Famiola, kiranya dapat
memperjelas ruang lingkup konsep ini dalam kaitannya dengan upaya-upaya
industri tekstil melindungi lingkungan hidup dari dampak-dampak negatif akibat
aktivitas usahanya. Bberapa perspektif dalam ekologi industri itu, antara lain:
1.
Ekologi industri
berfokus kepada tujuan kelanggengan hidup untuk jangka panjang (longterm
habitability) daripada jangka pendek.
2. Ekologi industri
berfokus pada masalah-masalah yang bersifat lokal, nasional, regional, dan
global.
3. Ekologi industri
berfokus pada kasus-kasus yang berubungan dengan aktivitas-aktivitas manusia
yang berhubungan dengan sistem alam.
4. Ekologi industri muncul
dengan tujuan untuk memahami dan memproteksi keseimbangan antara sistem alam
dengan sistem manusia ketika mengidentifikasi dan mencoba meminimalisasi
dampak-dampak terhadap sistem-sistem yang sangat sensitif.
5. Ekologi industri
menggunakan teknik-teknik sistem sebgai Mss-flow analysis untuk memahami sistem
eknomi dan lingkungan hidup.
6.
Ekologi industri
memandang pelaku-pelkau ekonomi (perusahaan-perusahaan swasta) sebagai pelau
sentral guna mengurangi dampak-dampak lingkungan hidup dan mencari cara
untuk memahami bagaimana perilaku-perilakunya lebih berwawasan lingkungan
daripada memandang perusahaan-perusahaan swasta itu sebagai penyebab masalah.
Aktualisasi prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan
hidup
Prinsip pelestarian
fungsi lingkungan hidup ini dimaknai sebagai upaya mewujudkan lingkungan hidup
terhindar dari resiko pencemaran atau perusakan akibat kecerobohan atau
kelalaian pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang dilakukannya, seperti
kegiatan perusahaan-perusahaan industri di tanah air.
Prinsip hukum
pelestarian fungsi lingkungan hidup, secara teoritis-idealistis adalah sebuah
prinsip yang menghendaki upaya-upaya konkret dilapangan untuk mewujudkan
eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup secara terus-menerus dari
ancaman pencemaran atau kerusakan dari ancaman pencemaran atau kerusakan akibat
kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha atau kegiatan. Idealisme yang
melandasi prinsip ini pada intinya adalah proses atau cara yang tepat untuk
melakuan beragam upaya untuk mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
a. Amdal sebagai
piranti pengendalian dampak lingkungan
Konsep amdal sebagai
salah satu piranti penting dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dari ancaman dan pencemaran limbah industri. Amdal sebagai nilai esensial
karena diterima sebagai instrumen nasional, sehingga menjadi komitmen
perusahaan-perusahaan nasional untuk mengaktualisasikan dalam aktivitas
ekonominya.
Pengaturan Amdal dalam
perundang-undangan nasional melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 1997 (UUPLH)
dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dinyatakan : “Amdal adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 5 ayat (1) UUPLH
menghendaki pula bahwa: “setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat
penimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
Amdal”.
b. Pengelolaan limbah
oleh industri
Upaya lain dalam
pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan oleh pelaku usaha atau
perusahaan-perusahaan industri nasional adalah pengelolaan limbah industrinya.
Selain Amdal yang disyaratkan oleh UUPLH, upaya pengelolaan limbah industri ini
menjadi kewajiban pula pelaku usaha untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup
akibat limbah yang dihasilkan.
Karakteristik limbah
industri sebagaimana dipahami mengandung bahan-bahan organik dan non organik
yang berpotensi merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup secara permanen,
karena bahan-bahan ini mengandung zat-zat kimia yang jika dibuang sembarangan
dapat membahayakan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah
industri secara teknis operasional adalah secara teknis operasional adalah
proses industri dapat mencegah atau mengeliminasi sisa-sisa bahan produksi
berwujud limbah itu, tidak mencemari lingkungan hidup. Proses indsustri dalam
pengelolaan limbahnya dapat berwujud modifikasi proses industri, daur ulang
limbah industri, pemilihan jenis teknologi pengolah limbah industri dan
relokasi industri (syamsuharya, 2008: 290).
Terdapat beberapa dasar
hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1.
UU No. 5 tahun 1990,
tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2.
UU No. 24 tahun 1992,
tentang Penataan Ruang.
3.
UU No. 23 tahun 1997,
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.
UU No. 22 tahun 1999,
tentang Pemerintahan Daerah.
5.
PP No. 69 tahun 1996,
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
6.
dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
7.
Keputusan Presiden RI
No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
8.
Permendagri No. 8 tahun
1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
9.
Berbagai Peraturan
Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran
dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH
disebutkan:
1)
Tanpa suatu keputusan
izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan
hidup.
2)
Setiap orang dilarang
membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan
hidup Indonesia.
3)
Kewenangan menerbitkan
atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada
Menteri.
4)
Pembuangan limbah ke
media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
5)
Ketentuan pelaksanaan
pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Studi Kasus
Masalah
pencemaran industri ataupun segala bentuk pencemaran merupakan tanggung jawab
kita semua, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menghindari
pencemaran maka dalam pengendaliannya dilakukan sistem pembagian tugas dan
wewenang antara instansi-instansi yang terlibat untuk menangani pencemaran
akibat kegiatan industri.
Pengendalian
pencemaran industri bermakna suatu kegiatan yang mencakup upaya pencegahan
dan/atau penanggulangan terjadinya pencemaran industri. Departemen
Perindustrian yang ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran industri dari
perusahaan industri dan lokasi industrim, dengan sasaran semua limbah industri
yang dibuang dari sumber pencemaran industri ke lingkungan bebas/umum, untuk
mengupayakan agar selalu memenuhi Standar Kualitas Limbah seperti yang telah
ditetapkan.
Di
Semarang tepatnya di dekat pasar Mrican banyak berdiri pabrik tahu. Ironisnya
pabrik-pabrik tersebut mendapat izin walaupun keberadaannya ditengah-tengah
pemukiman penduduk. Keberadaan pabrik tahu tersebut tentu menimbulkan dampak
positif dan negatif. Jika dilihat dari segi ekonomi memunyai dampak positif,
yaitu menambah lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar dan mengurangi jumlah
pengangguran. Tetapi ternyata keberadaan pabrik tahu tersebut lebih banyak
menimbulkan dampak negatif, yaitu banyak keluhan yang dirasakan oleh masyarakat
sekitar mengenai polusi udara yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari yang
disebabkan asap pabrik tahu tersebut. Selain itu limbah yang dihasilkan dapat
mencemari sungai didekatnya.
Departemen
Perindustrian dalam tugasnya untuk pengendalian pencemaran industri mencakup
pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Secara rinci tugas-tugas tersebut
dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986,
sebagai berikut:
Membuat
peraturan-peratuaran tentang pengendalian pencemaran industri yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dalam kaitannya dengan izin usaha
industri, serta menunjang instansi-instansi pemerintah lainnya dalam menyusun
peraturan peraturan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran lingkungan
hidup pada umumnya.
Membuat
peraturan-peraturan tentang pemilIhan lokasi untuk industri dalam rangka
pengembangan wilayah, dalam hal ini wilayah Pusat Pertumbuhan Induatri, yang
dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang di sana terdapat penentuan tentang
letak geografis dan zona-zona industri, kawasan-kawasan industri dan Lingkungan
Industri Kecil.
Kemudian dalam
Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982, pasal 7, ayat 1 disebutkan
bahwa: “Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara
kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan.” Dan ayat 2 disebutkan: “Kewajiban
sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam setiap izin
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.”
Jadi jika melihat kasus
dari pabrik tahu di Mrican, maka yang menjadi pertanyaan disini adalah mengapa
UULH yang telah ditetapkan seolah-olah diabaikan oleh pemerintah setempat demi
mengejar kepentingan pribadi dan mengorbankan kenyamanan masyarakatn serta
mencemari lingkungan.
Analisis Studi Kasus
Sistem Perizinan
Pasal 7 UULH tahun 1982
merupakan landasan hukum umum perizinan lingkungan, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) tahun 1993 dalam pasal 5 menetapkan syarat-syarat untuk
memperoleh izin suatu rencana kegiatan dengan ketentuan: “Pemberian izin
usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan
Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan oleh instansi
yang bertanggung jawab.”
Pemberian izin terhadap
pabrik-pabrik tahu di Mrican patut kita pertanyakan. Instansi yang terkait
dalam memberikan izin terkesan tidak melakukan Rencana Pengelolaan Lingkungan
dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Kebetulan penulis telah melakukan kunjungan
langsung ke pabrik tahu di Mrican pada saat mengikuti mata kuliah Manajemen
Lingkungan. Disana penulis melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya dan
melakukan sedikit lontaran pertanyaan kepada penduduk tentang keberadaan pabrik
tahu tersebut.
Pemerintah tidak melihat
bahwa pabrik tahu tersebut didirikan ditengah-tengah pemukiman penduduk dan
berdekatan dengan sungai. Pada akhirnya asap yang ditimbulkan oleh pabrik tahu
tersebut sangat mengganggu kesehatan penduduk sekitar. Penduduk sekitar telah
melaporkan kepada instansi terkait tentang gangguan asap pabrik tahu, namun
instansi tersebut tutup mata dan tidak memperdulikannya.
Jika dilihat lebih
mendalam tentang perizinan keberadaan pabrik tahu tersebut dipengaruhi
oleh elite-massa dan mengandung unsur politik. Orang-orang yang ingin
mendirikan pabrik tahu tersebut akan melegalkan berbagai cara agar mendapatkan
izin. Cara tersebut bisa dengan memberikan uang pelicin atau iming-iming
lainnya yang sangat menggiurkan. Dengan demikian yang menjadi korban adalah masyarakat.
Melihat kenyataan letak geografis keberadaan pabrik tahu tersebut seharusnya
instansi tidak memberikan izin, kalaupun memberikan izin instansi tersebut
mengajukan syarat yaitu pendirian pabrik di tempat yang jauh dari pemukiman
penduduk. Karena dalam dalam UULH tahun 1982 pasal 11, ayat (1) disebutkan
bahwa: “Pejabat yang memberikan izin itu dapat mengenakan syarat-syarat
baru kepada pemegang izin itu, jika menurut pendapatnya memang diperlukan.”
Sistem Pembinaan
Dalam Surat Keputusan
Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986 pasal 3, Departemen Perindustrian
mempunyai tugas-tugas pembinaan sebagai berikut:
Memberikan pedoman dalam
upaya pengendalian pencemaran, antara lain dengan memberikan buku panduan
tentang pengendalian pencemaran untuk berbagai kegiatan industri.
Memberikan bimbingan dan
penyuluhan mengenai penerapan dari pedoman/buku panduan tentang pengendalian
pencemaran, serta memberikan informasi teknis tentang hal-hal yang berhubungan
dengan pencemaran industri.
Membantu instansi pemerintah
dan dunia usaha industridalam penelitian terhadap masalah-masalah pencemaran
khususnya dalam mengidentifikasikan Sumber Perencanaan Industri dan upaya
pengendaliannya.
Memberikan saran dan
petunjuk tentang pengambilan langkah tindak dalam upaya menghadapi kasus-kasus
pencemaran lingkungan, termasuk penggunaan dan pengolahan limbah industri.
Melihat keberadaan
pabrik tahu di Mrican, pembinaan justru dilakukan oleh LSM BINTARI yang
bergerak di bidang lingkungan. Penyuluhan juga dilakukan oleh LSM kepada para
pemilik pabrik tahu tentang pentingnya lingkungan hidup bagi manusia. LSM
BINTARI bersama Pemerintah terkait dan masyarakat mengadakan kerjasama membuat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi menyalurkan limbah yang
dihasilkan oleh pabrik ke tempat pengolahan sehingga aman untuk dibuang ke
sungai.
Ditinjau dari segi
sosial, pemerintah kurang memperhatikan penduduk sekitar karena terbukti yang
aktif dan mempunyai ide pembuatan IPAL adalah LSM BINTARI. Tentu dengan
pembuatan IPAL harus dilakukan pengawasan lebih lanjut. Tetapi pemerintah
seakan-akan juga tinggal diam. Hal ini terbukti banyaknya pipa saluran air
limbah yang bocor didiamkan saja. Sedangkan pemasangan pipa tersebut berada di
atas sungai, maka air limbah akan mencemari sungai.
Rekomendasi
1. Instansi yang terkait
dengan lingkungan hendaknya benar-benar melaksanakan UULH dengan sebaik-baiknya
dalam memberikan izin usaha/kegiatan.
2. Pemerintah hendaknya
memperhatikan penduduk sekitar pabrik tahu di Mrican karena mereka mengeluhkan
keberadaan pabrik tersebut.
3. Pemerintah dalam
mengimplementasikan UULH hendaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan
konsekuen.
DAFTAR PUSTAKA
Selasa, 26 April 2016
Kasus Pelanggaran Hak Cipta Oleh Inul Vizta
07.14
No comments
STUDI KASUS
Jakarta, Bagi Anda
yang sering berdendang ria di karaoke seperti Inul Vizta atau di kafe, salah
satu menu pilihan adalah lagu-lagu jadul semacam Widuri atau lagu ‘Kasih’ yang
pernah dinyanyikan Ermi Kulit, atau ‘Tinggallah Kusendiri’ yang dipopulerkan
Nike Ardilla. Lagu-lagu lama karya Bartje van Houten, Slamet Adriyadi, Yuke NS,
dan Richard Kyoto masih menarik bagi sebagian pecinta karaoke.
Para pencipta lagu
tersebut kini sedang memperjuangkan hak mereka di pengadilan. Lewat Yayasan
Karya Cipta Indonesia (YKCI), para pencipta lagu klasik itu mempersoalkan
minimnya royalti yang mereka terima selama ini dari Inul Vista. Kamis (21/3)
lalu, misalnya, Yuke NS, bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam
kesaksiannya, Yuke mengatakan PT Vizta Pratama, yaitu perusahaan pemegang merek
dagang Inul Vizta Karaoke ini enggan membayar royalti atas lagu-lagu ciptaan
para pencipta yang lagunya ada di karaoke tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke
terus meminta keringanan pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta
lagu mengalami penurunan sebanyak 50 persen. YKCI adalah pemegang hak cipta
dari 2.636 para pencipta lagu Indonesia dengan karya sebanyak 130 ribu lagu.
Selain menjadi pemegang hak cipta para pencipta lagu Indonesia, YKCI juga
mendapat Reciprocal Agreement oleh International Confederation of Societies of
Authors and Composers (CISAC) yang berkedudukan di Paris. Atas hal tersebut,
YKCI mendapat hak untuk mengelola sebanyak 10 juta lagu asing dari buah karya 2
juta pencipta lagu asing yang bergabung di ISAC. Menurut dugaan, Inul Vizta melanggar Pasal 2, Pasal 24, Pasal 49, dan Pasal 72," imbuh Faisal Miza, kuasa hukum pihak yang sama.
Sebagai pemegang hak cipta, YKCI mempunyai hak
untuk memungut royalti terhadap para pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu
para pencipta untuk tujuan komersial. Karaoke, termasuk yang dikelola Vizta
Pratama, dan kafe adalah tempat lagu-lagu penyanyi diperdengarkan.
ANALISIS
Kasus ini berisikan pertarungan antara pihak YKCI (Penggugat) dengan PT Vizta Pratama (Tergugat) atas Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh pihak PT Vizta Pratama perusahaan pemegang merek dagang Inul Vizta Karaoke. Pasalnya, pihak inul vizta enggan membayar royalti atas lagu-lagu ciptaan para pencipta yang lagunya ada di karaoke tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke terus meminta keringanan pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta lagu mengalami penurunan sebanyak 50 persen.
Kasus ini berisikan pertarungan antara pihak YKCI (Penggugat) dengan PT Vizta Pratama (Tergugat) atas Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh pihak PT Vizta Pratama perusahaan pemegang merek dagang Inul Vizta Karaoke. Pasalnya, pihak inul vizta enggan membayar royalti atas lagu-lagu ciptaan para pencipta yang lagunya ada di karaoke tersebut. Bahkan, Inul Vizta Karaoke terus meminta keringanan pembayaran. Alhasil, pendapatan royalti para pencipta lagu mengalami penurunan sebanyak 50 persen.
Sebagai pemegang hak cipta, YKCI mempunyai hak
untuk memungut royalti terhadap para pengguna lagu yang menggunakan lagu-lagu
para pencipta untuk tujuan komersial. Karaoke, termasuk yang dikelola Vizta
Pratama, dan kafe adalah tempat lagu-lagu penyanyi diperdengarkan. Tempat
karaoke wajib membayar royalti sesuai UU No 19 Tahun 2002.
Dalam kasus ini, pihak inul vizta lah yang bersalah karena telah melanggar UU No 19 Tahun 2002 dan Menurut dugaan, Inul Vizta melanggar Pasal 2, Pasal 24, Pasal 49, dan Pasal 72," imbuh Faisal Miza, kuasa hukum pihak yang sama.
Dalam kasus ini, pihak inul vizta lah yang bersalah karena telah melanggar UU No 19 Tahun 2002 dan Menurut dugaan, Inul Vizta melanggar Pasal 2, Pasal 24, Pasal 49, dan Pasal 72," imbuh Faisal Miza, kuasa hukum pihak yang sama.
Langganan:
Postingan (Atom)