Pages

Minggu, 12 Juni 2016

PENERAPAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP



LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997)
     Berdasarkan konsep dasar, minimalisasi limbah cair industri tekstil adalah dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah atau volume limbah dengan konsentrasi dan beban pencemaran yang minimal, upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup melalui pendekatan peminimalan limbah, yakni dengan cara pengurangan limbah (recycling) pada hakikatnya adalah manifestasi komitmen yang berwujud nyata mencegah gangguan pencemaran lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar dan mengancam kehidupan masyarakat.
        Prinsip-prinsip pokok dalam sistem manajemen lingkungan hidup terpadu digambarkan oleh Elina Hasyim, sebagai berikut:
1) Reduksi pada sumber dan pemanfaatan kembali adalah upaya mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan bakar, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku yang beracun dan berbahaya, disertai dengan pengolahan bahan baku dan house keeping yang baik agar tidak menambah beban pencemaran.
2) Pengolahan limbah dilakukan setelah limbah tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan, selanjutnya pembuangan limbah sisa pengolahan disesuaikan dengan persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah.
3)   Sistem manajemen lingkungan hidup terpadu harus disertai perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak di lingkungan industri.
4)  Industri yang melaksanakan sistem manajemen lingkungan hidup terpadu dapat dikategorikan sebagai industri yang telah menerapkan prnsip eco-eficiency yang merupakan bagian dari konsep ekologi industri, yakni tidak mengenal limbah.

Pengendalian Pencemaran Limbah Industri Secara Terpadu
     Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri tekstil sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa cepat atau lambat mengganggu kehidupan masyarakat dan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup secara berkesinambungan. Oleh karena itu, upaya pengendalian pencemaran limbah industri tekstil ini secara terpadu diharapkan lebih membantu efektivitas pengendaliannya.
      Keterpaduan aspek dalam pengendalian limbah industri tekstil, selain penerapan teknologi dan produk bersih, dan pengolahan limbah adalah upaya minimasi (pengurangan) limbah secara terpadu oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil. Menurut Isminingsih Gitoparmodjo dan Wiwin Winiati, peminimalan limbah ini dapat dilakukan terhadap beberapa kegiatan kunci, antara lain:
1.    Pengurangan limbah (source reduction) melalui beberapa perubahan produk, pencegahan dan perencanaan yang cermat.
2.  Kontrol bahan (source control) terhadap perubahan input bahan, perubahan teknologi dan pelaksanaan operasi yang baik.
3.  Kontrol terhadap kegiatan daur ulang (recycling) baik di dalam maupun di luar lokasi industri, seperti pemanfaatan dan penggunaan kembali  (use and reuse), dan reklamasi (recovery) untuk mengembalikan bahan pembantu dari limbah.

Pemanfaatan Konsep Ekologi Industri dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
     Persoalan lingkungan hidup dalam beberapa dekade terakhir ini menurut kajian kalangan teoritis semakin meluas, mulai dari polusi udara dan air, menuju pada masalah-masalah seperti penggundulan hutan dan pengikisan lapisan tanah, penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Fakta telah menunjukkan bahwa tidak ada tempat di dunia ini yang tidak tercemar dan tidak ada industri manapun yang dapat terbebas dari tanggung jawab atas berbagai kerusakan lngkungan hidup yang terjadi.
     Terdapat tiga prinsip kunci pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan ekologi industri, antara lain:
1)   Pencegahan sumber daya alam yang berkelanjutan. Ekologi industri mengembangkan prinsip untuk lebih mengutamakan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
2) Menjamin mutu atau kualitas hidup masyarakat sekitarnya. Kualitas hidup manusia bergantung pada kualitas komponen-komponen lain dalam ekosistem, sehingga hal ini menjadi fokus dalam konsep ekologi industri.
3) Memelihara kelangsungan hidup ekologi sistem alam (environmental equity). Tantangan utama pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk mencapai keadilan antar generasi dan antar masyarakat.
       Terdapat beberapa perspektif dalam konsep ekologi industri yang dikemukakan oleh Robert coolow yang dikutip oleh Suma T. Djajadiningrat dan Melia Famiola, kiranya dapat memperjelas ruang lingkup konsep ini dalam kaitannya dengan upaya-upaya industri tekstil melindungi lingkungan hidup dari dampak-dampak negatif akibat aktivitas usahanya. Bberapa perspektif dalam ekologi industri itu, antara lain:
1.    Ekologi industri berfokus kepada tujuan kelanggengan hidup untuk jangka panjang (longterm habitability) daripada jangka pendek.
2.  Ekologi industri berfokus pada masalah-masalah yang bersifat lokal, nasional, regional, dan global.
3. Ekologi industri berfokus pada kasus-kasus yang berubungan dengan aktivitas-aktivitas manusia yang berhubungan dengan sistem alam.
4.  Ekologi industri muncul dengan tujuan untuk memahami dan memproteksi keseimbangan antara sistem alam dengan sistem manusia ketika mengidentifikasi dan mencoba meminimalisasi dampak-dampak terhadap sistem-sistem yang sangat sensitif.
5.  Ekologi industri menggunakan teknik-teknik sistem sebgai Mss-flow analysis untuk memahami sistem eknomi dan lingkungan hidup.
6.    Ekologi industri memandang pelaku-pelkau ekonomi (perusahaan-perusahaan swasta) sebagai pelau sentral guna mengurangi dampak-dampak lingkungan hidup dan mencari  cara untuk memahami bagaimana perilaku-perilakunya lebih berwawasan lingkungan daripada memandang perusahaan-perusahaan swasta itu sebagai penyebab masalah.

Aktualisasi prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup
   Prinsip pelestarian fungsi lingkungan hidup ini dimaknai sebagai upaya mewujudkan lingkungan hidup terhindar dari resiko pencemaran atau perusakan akibat kecerobohan atau kelalaian pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang dilakukannya, seperti kegiatan perusahaan-perusahaan industri di tanah air.
     Prinsip hukum pelestarian fungsi lingkungan hidup, secara teoritis-idealistis adalah sebuah prinsip yang menghendaki upaya-upaya konkret dilapangan untuk mewujudkan eksistensi kelestarian fungsi lingkungan hidup secara terus-menerus dari ancaman pencemaran atau kerusakan dari ancaman pencemaran atau kerusakan akibat kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha atau kegiatan. Idealisme yang melandasi prinsip ini pada intinya adalah proses atau cara yang tepat untuk melakuan beragam upaya untuk mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
a. Amdal sebagai piranti pengendalian dampak lingkungan
Konsep amdal sebagai salah satu piranti penting dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dari ancaman dan pencemaran limbah industri. Amdal sebagai nilai esensial karena diterima sebagai instrumen nasional, sehingga menjadi komitmen perusahaan-perusahaan nasional untuk mengaktualisasikan dalam aktivitas ekonominya.
Pengaturan Amdal dalam perundang-undangan nasional melalui Undang Undang Nomor 32 Tahun 1997 (UUPLH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dinyatakan : “Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 5 ayat (1) UUPLH menghendaki pula bahwa: “setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat penimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal”.
b. Pengelolaan limbah oleh industri
Upaya lain dalam pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan oleh pelaku usaha atau perusahaan-perusahaan industri nasional adalah pengelolaan limbah industrinya. Selain Amdal yang disyaratkan oleh UUPLH, upaya pengelolaan limbah industri ini menjadi kewajiban pula pelaku usaha untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup akibat limbah yang dihasilkan.
Karakteristik limbah industri sebagaimana dipahami mengandung bahan-bahan organik dan non organik yang berpotensi merusak kelestarian fungsi lingkungan hidup secara permanen, karena bahan-bahan ini mengandung zat-zat kimia yang jika dibuang sembarangan dapat membahayakan kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah industri secara teknis operasional adalah secara teknis operasional adalah proses industri dapat mencegah atau mengeliminasi sisa-sisa bahan produksi berwujud limbah itu, tidak mencemari lingkungan hidup. Proses indsustri dalam pengelolaan limbahnya dapat berwujud modifikasi proses industri, daur ulang limbah industri, pemilihan jenis teknologi pengolah limbah industri dan relokasi industri (syamsuharya, 2008: 290).
Terdapat beberapa dasar hukum pengelolaan kawasan industri yaitu:
1.    UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistemnya.
2.    UU No. 24 tahun 1992, tentang Penataan Ruang.
3.    UU No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.    UU No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah.
5.    PP No. 69 tahun 1996, tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk
6.    dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
7.    Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
8.    Permendagri No. 8 tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
9.    Berbagai Peraturan Daerah yang relevan.
Pencegahan pencemaran dari kawasan industri diatur dlm UU, seperti terlihat dalam Pasal 20 UUPLH disebutkan:
1)   Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.
2)   Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
3)   Kewenangan menerbitkan atau menolak permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Menteri.
4)   Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
5)   Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Studi Kasus
Masalah pencemaran industri ataupun segala bentuk pencemaran merupakan tanggung jawab kita semua, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana untuk menghindari pencemaran maka dalam pengendaliannya dilakukan sistem pembagian tugas dan wewenang antara instansi-instansi yang terlibat untuk menangani pencemaran akibat kegiatan industri.
Pengendalian pencemaran industri bermakna suatu kegiatan yang mencakup upaya pencegahan dan/atau penanggulangan terjadinya pencemaran industri. Departemen Perindustrian yang ikut bertanggung jawab terhadap pencemaran industri dari perusahaan industri dan lokasi industrim, dengan sasaran semua limbah industri yang dibuang dari sumber pencemaran industri ke lingkungan bebas/umum, untuk mengupayakan agar selalu memenuhi Standar Kualitas Limbah seperti yang telah ditetapkan.
Di Semarang tepatnya di dekat pasar Mrican banyak berdiri pabrik tahu. Ironisnya pabrik-pabrik tersebut mendapat izin walaupun keberadaannya ditengah-tengah pemukiman penduduk. Keberadaan pabrik tahu tersebut tentu menimbulkan dampak positif dan negatif. Jika dilihat dari segi ekonomi memunyai dampak positif, yaitu menambah lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar dan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi ternyata keberadaan pabrik tahu tersebut lebih banyak menimbulkan dampak negatif, yaitu banyak keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar mengenai polusi udara yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari yang disebabkan asap pabrik tahu tersebut. Selain itu limbah yang dihasilkan dapat mencemari sungai didekatnya.
Departemen Perindustrian dalam tugasnya untuk pengendalian pencemaran industri mencakup pengaturan, pembinaan  dan pengawasan. Secara rinci tugas-tugas tersebut dalam Pasal 3 Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986, sebagai berikut:
Membuat peraturan-peratuaran tentang pengendalian pencemaran industri yang harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan dalam kaitannya dengan izin usaha industri, serta menunjang instansi-instansi pemerintah lainnya dalam menyusun peraturan peraturan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada umumnya.
Membuat peraturan-peraturan tentang pemilIhan lokasi untuk industri dalam rangka pengembangan wilayah, dalam hal ini wilayah Pusat Pertumbuhan Induatri, yang dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang di sana terdapat penentuan tentang letak geografis dan zona-zona industri, kawasan-kawasan industri dan Lingkungan Industri Kecil.
           Kemudian dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982, pasal 7, ayat 1 disebutkan bahwa: “Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.”  Dan ayat 2 disebutkan: “Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.”
          Jadi jika melihat kasus dari pabrik tahu di Mrican, maka yang menjadi pertanyaan disini adalah mengapa UULH yang telah ditetapkan seolah-olah diabaikan oleh pemerintah setempat demi mengejar kepentingan pribadi dan mengorbankan kenyamanan masyarakatn serta mencemari lingkungan.

Analisis Studi Kasus
Sistem Perizinan
Pasal 7 UULH tahun 1982 merupakan landasan hukum umum perizinan lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 1993 dalam pasal 5 menetapkan syarat-syarat untuk memperoleh izin suatu rencana kegiatan dengan ketentuan: “Pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang membidangi jenis usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan oleh instansi yang bertanggung jawab.”
Pemberian izin terhadap pabrik-pabrik tahu di Mrican patut kita pertanyakan. Instansi yang terkait dalam memberikan izin terkesan tidak melakukan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan. Kebetulan penulis telah melakukan kunjungan langsung ke pabrik tahu di Mrican pada saat mengikuti mata kuliah Manajemen Lingkungan. Disana penulis melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya dan melakukan sedikit lontaran pertanyaan kepada penduduk tentang keberadaan pabrik tahu tersebut.
Pemerintah tidak melihat bahwa pabrik tahu tersebut didirikan ditengah-tengah pemukiman penduduk dan berdekatan dengan sungai. Pada akhirnya asap yang ditimbulkan oleh pabrik tahu tersebut sangat mengganggu kesehatan penduduk sekitar. Penduduk sekitar telah melaporkan kepada instansi terkait tentang gangguan asap pabrik tahu, namun instansi tersebut tutup mata dan tidak memperdulikannya.
Jika dilihat lebih mendalam  tentang perizinan keberadaan pabrik tahu tersebut dipengaruhi oleh elite-massa dan mengandung unsur politik. Orang-orang yang ingin mendirikan pabrik tahu tersebut akan melegalkan berbagai cara agar mendapatkan izin. Cara tersebut bisa dengan memberikan uang pelicin atau iming-iming lainnya yang sangat menggiurkan. Dengan demikian yang menjadi korban adalah masyarakat. Melihat kenyataan letak geografis keberadaan pabrik tahu tersebut seharusnya instansi tidak memberikan izin, kalaupun memberikan izin instansi tersebut mengajukan syarat yaitu pendirian pabrik di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk. Karena dalam dalam UULH tahun 1982 pasal 11, ayat (1) disebutkan bahwa: “Pejabat yang memberikan izin itu dapat mengenakan syarat-syarat baru kepada pemegang izin itu, jika menurut pendapatnya memang diperlukan.”
Sistem Pembinaan
Dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 20/M/SK/1/1986 pasal 3, Departemen Perindustrian mempunyai tugas-tugas pembinaan sebagai berikut:
Memberikan pedoman dalam upaya pengendalian pencemaran, antara lain dengan memberikan buku panduan tentang pengendalian pencemaran untuk berbagai kegiatan industri.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai penerapan dari pedoman/buku panduan tentang pengendalian pencemaran, serta memberikan informasi teknis tentang hal-hal yang berhubungan dengan pencemaran industri.
Membantu instansi pemerintah dan dunia usaha industridalam penelitian terhadap masalah-masalah pencemaran khususnya dalam mengidentifikasikan Sumber Perencanaan Industri dan upaya pengendaliannya.
Memberikan saran dan petunjuk tentang pengambilan langkah tindak dalam upaya menghadapi kasus-kasus pencemaran lingkungan, termasuk penggunaan dan pengolahan limbah industri.
Melihat keberadaan pabrik tahu di Mrican, pembinaan justru dilakukan oleh LSM BINTARI yang bergerak di bidang lingkungan. Penyuluhan juga dilakukan oleh LSM kepada para pemilik pabrik tahu tentang pentingnya lingkungan hidup bagi manusia. LSM BINTARI bersama Pemerintah terkait dan masyarakat mengadakan kerjasama membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berfungsi menyalurkan limbah yang dihasilkan oleh pabrik ke tempat pengolahan sehingga aman untuk dibuang ke sungai.
Ditinjau dari segi sosial, pemerintah kurang memperhatikan penduduk sekitar karena terbukti yang aktif  dan mempunyai ide pembuatan IPAL adalah LSM BINTARI. Tentu dengan pembuatan IPAL harus dilakukan pengawasan lebih lanjut. Tetapi pemerintah seakan-akan juga tinggal diam. Hal ini terbukti banyaknya pipa saluran air limbah yang bocor didiamkan saja. Sedangkan pemasangan pipa tersebut berada di atas sungai, maka air limbah akan mencemari sungai.
Rekomendasi
1. Instansi yang terkait dengan lingkungan hendaknya benar-benar melaksanakan UULH dengan sebaik-baiknya dalam memberikan izin usaha/kegiatan.
2. Pemerintah hendaknya memperhatikan penduduk sekitar pabrik tahu di Mrican karena mereka mengeluhkan keberadaan pabrik tersebut.
3. Pemerintah dalam mengimplementasikan UULH hendaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan konsekuen.

DAFTAR PUSTAKA